Jalak suren  sebenarnya bisa ditemukan hampir di seluruh pelosok Indonesia. Namun,  sekarang burung ini semakin sulit ditemukan. Apa yang dialami burung  lain, populasinya kian hari kian susut di alam, ternyata juga dialami  jalak suren. Pencemaran sawah oleh pestisida, penangkapan untuk  dipelihara atau diperdagangkan, dan penciutan hutan merupakan penyebab  utama menurunnya populasi jalak suren yang bernama ilmiah Sturnus contra  jalla.

Keistimewaan jalak suren
Jalak suren dilambangkan sebagai burung jinak penjaga rumah.  Dengan memelihara burung ini, rumah akan selalu terjaga setiap hari.  Mungkin ada benarnya anggapan ini karena jalak suren merupakan burung  yang sangat peka. Jika ada orang datang, akan bersuara nyaring dan  bervariasi. Bisa dipahami kalau banyak orang yang memelihara burung ini.
Ada empat alasan orang memelihara jalak suren. Pertama, untuk menjaga  rumah. Kedua, untuk kesenangan. Ketiga, untuk memancing suara burung  lain agar ikut berkicau. Kecerewetan jalak uren akan merangsang burung  lain untuk mengeluarkan nyanyiannya. Jalak suren dapat dijadikan master  bagi whamei atau whabi. Keempat, untuk ditangkarkan. Usaha penang-karan  dilatarbelakangi oleh kesa-daran terhadap kelestarian jenis burung ini  dan alasan ekonomis. Jalak suren hasil penangkaran dapat  diperjualbelikan dengan harga Rp 350.000,00 per pasang.
Membedakan jantan dan betina
Jalak suren mulai dewasa pada umur 8-10 bulan. Ciri fisik dan  tingkah laku burung jantan dan betina mulai bisa dibedakan. Untuk  membedakannya, harus dilakukan dengan pengamatan yang seksama.
Jalak suren jantan memiliki tubuh berbentuk lurus dengan ukuran relatif  lebih besar dari betina. Tubuhnya lonjong dan panjang, kepa-lanya lebih  besar dan bulat, paruhnya relatif lebih panjang dan kokoh. Bulu kepala,  punggung, dan dada berwarna hitam legam dan mengilat. Warna merah pada  kulit di atas mata lebih cerah dan jelas. Pada bagian yang memiliki bulu  warna putih, di tubuh bagian bawah, kelihatan lebih bersih. Ekornya  sedikit lebih panjang dan menyatu. Jari-jari kakinya lebih panjang dan  lebih kokoh. Jambul kepalanya lebih panjang dan lebih melebar saat  mengembang.
Yang betina memiliki bentuk tubuh bulat dan pendek. Warna hitam dan  putihnya agak suram. Paruh, jari kaki, dan ekornya lebih pendek dan  halus. Kepalanya agak ramping. Warna merah pada bagian mukanya lebih  pucat dibanding burung jantan.
Selain itu, aktivitas dan gerakan burung jantan relatif lebih lincah dan  agresif dari yang betina. Suara ocehannya lebih cerewet, bervariasi,  dan lebih keras dari betina.
Untuk tujuan penangkaran, burung jantan dan betina harus dipilih yang  memiliki pandangan mata tajam, postur tegap, gesit, gerakan lincah,  suara lantang, dan nafsu makan tinggi.
Cara menangkar
Penangkaran merupakan solusi penting dalam menjaga populasi  jalak suren supaya tidak sampai punah. Dalam menangkarkan jalak suren,  hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.
Kandang sebaiknya memiliki bentuk meninggi. Di dalam kandang disediakan  tanaman yang tinggi, bercabang banyak, dan berdaun lebat, misalnya  kemuning, klampis, kersen, atau tanaman lain yang mirip dengan tanaman  tersebut. Lantai kandang juga perlu ditanami tanaman perdu atau semak  dan rumput-rumputan. Tempat berteng-ger diupayakan yang besar atau  melebar untuk memudahkan perkawinan. Tempat pakan harus cukup memadai  dan kebersihannya dijaga. Tempat minum dan mandi juga perlu disediakan.  Sinar matahari harus dapat masuk ke kandang secara memadai. Banyaknya  sinar matahari yang masuk sangat menentukan produktivitas perkawinan dan  telur. Selain itu, tentunya juga perlu tempat berteduh sewaktu ada  hujan.
Menurut pengalaman, jalak suren yang ditempatkan dalam kandang berukuran  100 x 175 x 200 cm atau yang lebih besar lagi (3 x 3 x 4 m) ternyata  bisa berkembang biak dengan baik. Perlengkapan yang ada di dalam kandang  ditata hingga menyerupai kondisi alami.
Pakan yang diberikan berupa pepaya, pisang, dan serangga (misalnya kroto, ulat bambu, ulat hongkong, atau jangkrik.
Selain itu, juga diberi voor yang berkualitas baik. Dengan pakan seperti  ini, sepasang jalak suren yang sudah jodoh akan berkembang biak dengan  baik.
Jalak suren mulai siap berbiak pada umur 10-12 bulan. Satu tahun untuk  betina dan 1,5-2 tahun untuk jantan merupakan umur ideal untuk  penjodohan. Biasanya betina lebih cepat dewasa kelamin dibanding jantan.
Tehnik penjodohan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, kalau  jumlahnya banyak, penjodohan bisa dilakukan secara bebas. Artinya,  masing-masing burung dibebaskan memilih pasangannya. Bila ada sepasang  burung yang saling berdekatan, berkicau sahut-sahutan, dan bercumbu, itu  pertanda jodoh. Burung yang sudah jodoh harus dipindahkan dalam kandang  tersendiri. Biasanya burung yang sudah jodoh akan merajai di antara  yang lain dan menyerang sesamanya atau sebaliknya diganggu oleh yang  lain yang sama-sama jodoh atau berebut jodoh. Ini akan mengganggu proses  perkawinan dan perkembangbiakan selan-jutnya.
Jika hanya ada dua ekor, seekor jantan dan seekor betina, penjodo-han  dapat dilakukan dengan mendekatkan betina ke jantan. Caranya, burung  betina dimasukkan dalam sangkar kecil atau sangkar gantung. Burung  jantan dibiarkan dalam kandang penangkaran. Selanjutnya, sangkar kecil  berisi burung betina dimasukkan ke dalam kandang penangkaran. Karena  memiliki sifat berahi yang tinggi dan musim kawin sepanjang tahun, kedua  burung ini akan segera jodoh.
Burung yang sudah jodoh akan melakukan perkawinan 2-4 minggu setelah  penjodohan. Selanjutnya, burung akan membuat sarang untuk bertelur pada  tanaman yang banyak cabangnya.
Dalam kandang penangkaran jalak suren dapat dirangsang membuat sarang.  Caranya, di beberapa tempat yang layak untuk bersarang -misalnya pada  tanaman yang memiliki banyak cabang kuat, terlidung, dan aman dari  gangguan- diberi tatanan dasar sarang. Di tempat-tempat yang telah  ditentukan itu ditaruh bahan sarang seperti jerami, akar sulur yang  panjang, ranting-ranting, atau daun-daunan. Bahan sarang ini ditata  melingkar atau dalam tumpukan yang teratur. Cara ini dapat merangsang  dan membantu jalak suren untuk bersarang.
Jalak suren akan memilih sendiri tempat yang sesuai untuk bersarang.  Pembuatan sarang dilakukan selama 5-10 hari, tergantung agresivitas  burung. Ukuran sarang termasuk besar. Panjang tumpukan susunan sarang  antara 35-45 cm, lebar 20-30 cm, dan tinggi sekitar 20 cm. Lubang tempat  keluar masuknya burung berada di permukaan atas sarang, agak miring  dengan derajat kemiringan antara 40-45°.
Jalak suren merupakan salah satu, mungkin satu-satunya, jenis dari  keluarga Sturnidae yang membuat sarang bukan di dalam rongga pohon,  tetapi menaruh sarang pada cabang-cabang pohon.
Telur jalak suren berwarna biru, berukuran 19,8 x 27,7 mm, dan berjumlah  3-4 butir. Telur dierami bergantian oleh burung jantan dan betinanya.  Telur-telur itu akan menetas setelah 14 hari dierami. Selain sebagai  pengganti selama pengeraman telur, yang jantan juga bertindak sebagai  penga-man di luar sarang. Anak jalak suren akan dipelihara induknya  sampai berumur 1,5 bulan.
Jalak suren bisa berkem-bang biak sepanjang tahun. Puncak  perkembangbiakan terjadi pada pertengahan tahun, yaitu antara bulan  Januari-Juni. Bulan Juli-Desember merupakan masa penurunan perkawinan.
Perawatan anak
Induk jalak suren akan menyuapi anaknya yang baru menetas dari  telur dengan pakan berupa serangga, misalnya kroto, belalang, kupu-kupu,  jangkrik, ulat hong-kong, ulat bambu, atau jenis serangga lain yang  dijumpai. Anak jalak suren jarang disuapi buah-buahan. Demikian pula  dengan anak yang sudah keluar dari sarang, pakan yang diberikan berupa  serangga, sampai anakan umur 1-1,5 bulan. Setelah itu anak jalak suren  mulai makan buah-buahan.
Pemberian makanan dilakukan 1-2 jam sekali setiap hari. Kira-kira umur 1,5 bulan anak jalak suren sudah disapih oleh induknya.
Selanjutnya anak jalak suren dapat dipisah dari induknya dan  diperlakukan seperti halnya jalak suren dewasa. Burung muda ini  selanjutnya bisa dilatih suaranya atau ditangkarkan seperti induknya. (Drs. Anthan Warsito)
 
 
Catatan dari saya (Duto) untuk tulisan di atas:
 
Pada umumnya, apa  yang ditulis Drs Anthan Warsito soal jalak suren itu memang benar  adanya. Hanya saja, selama ini para peternak kesulitan dalam membedakan  jantan dan betina jalak suren. Jangankan orang yang awam, para penangkar  profesional di wilayah Jimbung, Klaten, pun sering kesulitan membedakan  antara jantan dan betina jalak suren.
Secara umum, berikut ini komentar saya khusus soal jantan-betina. Untuk  hal yang lainnya, kali lain saya ingin juga menuliskannya:
 
Ciri-ciri jantan-betina jalak suren  secara teoritis memang seperti yang disebutkan Drs Anthan Warsito. Namun  kita harus ingat, bahwa teori jenis kelamin soal jalak suren (juga anis  merah, anis kembang, cucakrowo, lovebird dan sejenisnya), selalu  menyebutkan “si anu lebih panjang, lebih kokoh, lebih hitam, lebih  keras, lebih lebar dsb… ketimbang si anu…”. Artinya apa? Itu adalah  perbandingan relativitas.
Lain halnya kalau perbedaan itu sangat nyata seperti halnya ayam jantan  dan betina, dsb. Perbedaan relativitas sangat sulit diterapkan dalam  praktek. Katakanlah saya menyodorkan satu jalak suren kepada Anda,  lantas saya minta Anda menerka jantan atau betinakah jalak tersebut.  Saya yakin Anda akan kebingungan karena Anda tidak bisa membandingkan  dengan jalak lain yang sudah ketahuan jenis kelaminnya. Saya yakin Anda  akan lebih bingung ketika saya sodorkan 10 ekor jalak suren untuk  dipilah jantan-betinanya. Saya juga yakin, para teoritisi jalak suren  itu sesungguhnya tidak paham betul soal jalak suren. Mengapa? Sebab,  berdasar pengalaman bertahun-tahun soal warna merah di sekitrar mata,  kekokohan kaki, cara berdiri, kilat hitam pada bulu, belahan dada,  keceriwisan, agresivitas (dan segala macam atribut jalak suren yang  disebutkan dalam teori itu) sangat-sangat tergantung, terutama pada lima  hal: A) Habitat asli dari si burung; B) Makanan (jenis  makanan/gizi/mineral/vitamin); C) Sinar matahari; D) Ketersediaan air;  E). Masa birahi.
Penjelasan poin A). Jalak suren lokal jawa dengan habitat asli rawa-rawa  berbeda dengan berhabitat asli sawah. Jalak rawa relatif ramping tetapi  pendek, kaki cenderung kehitaman, warna merah kates matang di seputar  mata tidak muncul (cenderung kuning); bulu hitam cenderung kusam, tak  ada belahan pada bulu dada. Artinya: Jalak jantan berhabitat asli rawa  “lebih pucat mukanya”, “lebih kusam bulu hitamnya”, “lebih kecil  tubuhnya” dari jalak suren betina berhabitat asli sawah. Kalau keduanya  disodorkan kepada “para teoritisi” jalak suren, saya berani bertaruh,  mereka akan menyebut si betina sebagai jantan dan si jantan sebagai  betina.
Penjelasan poin B, C dan D): Jalak suren yang cukup dalam mengkonsumsi  vitaman A, C dan D, secara rutin terkena matahari (terutama jalak  tangkaran) dan rajin mandi, akan memiliki bulu dengan kilat tajam yang  jelas (hitamnya legam dan mengkilat, putihnya sangat bersih), kokoh dan  lincah bergerak. Artinya, jalak betina yang sejak anakan terpenuhi dalam  makanan, air dan sinar matahari jelas lebih lincah, bersih dan kokoh  (juga lebih besar) ketimbang jalak jantan yang yang dipelihara dengan  makanan, air dan sinar matahari standar (misalnya burung untuk kicauan  di rumah). Dalam hal ini pun saya yakin, jika seekor betina yang terawat  secara bagus dan seekor jantan yang dipelihara dengan cara standar  disodorkan kepada “para teoritisi” jalak suren, mereka juga akan  menyebut si betina sebagai jantan dan si jantan sebagai betina.
Penjelasan poin E): Semakin birahi jalak suren semakin ceriwis/gacor-lah  dia. Sebagai contoh ektrem: Campurkan saja betina birahi dengan  pejantan yang baru saja genap bulu (sehabis brodol), maka Anda akan  menyaksikan betapa si betina begitu ngecrek berkepenjangan juga  bersiul-siul tanpa henti namun pada saat yang sama si jantan malah  melakukan aksi mogok bicara alias mbisu dan kalaupun bunyi hanya  ngik-ngik crek nan monoton. Hayo, tunjukkan kepada para teoritisi jalak  suren itu, maka mereka akan dengan lantang mengatakan yang suaranya  ngerol, ngecrek terus dengan siulan aduhai serta menari jika didekati  orang itulah yang jantan.
Lantas, untuk menandai apakah seekor burung itu jantan atau betina itu  bagaimana? Saya katakan itu memang sulit. Selama ini, yang digunakan  para penangkar jalak suren ada dua cara.
 
PERTAMA menggunakan  pendulum atau logam (sembarang logam) yang digantung dengan benang.  Pendulum tersebut diterakan di atas kepala burung. Kalau pendulum  bergerak memutar, berarti burung yang ditanda adalah betina. Kalau  gerakan bolak-baliknya searah (lurus) berarti itu burung jantan. Cara  ini bisa diterapkan ke semua jenis burung, termasuk anis merah dan  kembang yang biasanya orang kesulitan membedakan jenis kelaminnya.
KEDUA, jalak suren jantan/betina juga bisa dilihat dari perilakunya.  Yakni, jika ada dua jalak suren didekatkan (pantau secara cermat setiap  hari sampai sekitar 1 pekan) tidak ada yang menunjukkan perilaku ngleper  (sayap dan ekor bergetar/bergerak rapat) maka keduanya adalah  jantan-jantan atau betina-betina. Jika salah satunya ngleper, berarti  yang ngleper adalah betina dan yang satunya pasti jantan (tidak ada  jantan ngleper dan tidak ada betina ngleper di depan betina).
Untuk tahap awal menentukan jantan-betina yah gunakan saja teori-teori  yang sudah ada (dari bulu, bentuk kepala, kaki dll) tapi hal itu jangan  digunakan sebagai pegangan utama (ya percaya 20 persen sajalah).
Sementara itu khusus untuk jalak suren jantan usia di atas 1,5 tahun  (usia produktif) ADA WARNA LINGKARAN BIRU DI DUBURNYA. Artinya, kalau  ada warna birunya, pasti itu jalak suren jantan. Tetapi meskipun jalak  suren jantan, belum tentu ada warna birunya karena mungkin saja usianya  masih di bawah satu tahun (belum produktif).